Kata sustainable sudah lama diperkenalkan sehubungan dengan soal perlindungan lingkungan. Tetapi selama itu pula kata ini punya arti yang terlalu luas dan baru belakangan saja kata sustainable mulai lebih dipertajam maknanya, misalnya dalam urusan bangunan, yaitu sustainable building, sustainable construction atau sustainable development.
Dengan bangunan yang sustainable, banyak sekali inovasi yang bisa dikembangkan dan jauh lebih dari sekadar wacana, banyak hal baru bisa diterapkan yang berakar dari pemikiran dan keprihatinan yang mendalam mengenai lingkungan hidup kita.
Lalu untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan sustainable building?
Ada banyak pendapat mengenai apa itu bangunan yang sustainable, namun pada dasarnya prinsip sustainable pada bangunan adalah menyikapi hal-hal atau aspek-aspek dalam suatu bangunan yang umumnya menjadi keprihatinan atau bahkan gangguan terhadap lingkungan, yaitu penggunaan air, penggunaan energi, penggunaan bahan bangunan, pembuangan.
Penggunaan air per orang dalam suatu rumah tinggal, misalnya 150 liter per hari. Namun, bila dicermati, kebutuhan untuk air dengan kualitas bisa diminum hanyalah kurang lebih dua liter per hari. Selebihnya bisa didapatkan dari sumber-sumber dengan kualitas lebih rendah. Artinya bisa menggunakan dari hasil daur ulang.
Beberapa liter air bisa digunakan untuk berulang-ulang. Misalnya untuk mandi bisa menggunakan air tampungan hujan atau tetesan air kondensasi dari alat pendingin ruang/ AC (dengan sedikit penyaringan dan pengolahan) kemudian digunakan untuk menyiram tanaman, lalu untuk mencuci mobil. Sedemikian rupa sehingga penggunaan per orang yang mengambil dari sumber alam akan menurun drastis dan tentunya pada akhirnya akan mengurangi penggunaan air dari dalam tanah.
Untuk penggunaan energi, alasan dan tujuan penghematan energi mudah sekali dipahami, tetapi di samping untuk kepentingan ekonomi individu, harus dipandang juga sebagai kepentingan lingkungan secara kolektif.
Pada pemikiran sustainable, penggunaan bahan bangunan mengalami pengembangan dalam cara pemilihan bahan yang akan digunakan. Banyak hal yang pada masa lalu tidak menjadi pertimbangan, sekarang menjadi penentu dalam pilihan bahan bangunan.
Bahan bangunan yang dipilih tentu yang dianggap mendukung prinsip sustainable, seperti bisa mendukung hemat energi, tidak merusak lingkungan baik langsung maupun tidak langsung. Sampai-sampai dicermati juga apakah produksi dan transportasi bahan tersebut menggunakan energi yang terlalu besar dan banyak mencemari lingkungan.
Hal ini mirip dengan ecolabelling yang diperkenalkan pada tahun 1990-an di mana suatu barang impor (ke negara penerap ecolabelling tersebut) harus dinyatakan secara tertulis bebas dari unsur-unsur perbuatan merusak alam terutama terhadap hutan tropis.
Dari tahun ke tahun masyarakat dihantui oleh masa depan yang tidak jelas tentang sistem pembuangan sampah dari suatu komunitas terutama komunitas besar, seperti suatu kota.
Puncaknya, seperti persoalan pembuangan sampah akhir yang sepertinya selalu diliputi konflik sosial. Bahkan diwarnai kecelakaan yang melibatkan sampah yang memakan banyak korban seperti yang dilihat di Bandung dan Jakarta belum lama ini.
Tidak bisa dihindari, suatu bangunan, apalagi yang dihuni, akan mengeluarkan pembuangan yang harus dijauhkan dari tempat kita tinggal. Sustainable building harus bisa memecahkan masalah ini secara mendasar, misalnya dengan merancang fasilitas daur ulang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bangunan tersebut.
Namun sustainable building tidak cuma menyangkut soal bangunan pada tahap perancangan dan pembangunannya saja, tetapi juga pada saat digunakan. Apakah ruang dalam (interior) dari satu bangunan cukup melindungi kesehatan penghuninya? Lebih jauh lagi nilai sustainable akan meningkat lagi bila, misalnya suatu gedung perkantoran menyediakan tempat parkir sepeda yang memadai dan ruang shower bagi pekerja yang datang ke kantor menggunakan sepeda (bike to work). Seolah gedung ini mempromosikan lebih jauh lagi penghematan energi dan lingkungan, jauh di luar batas wilayahnya.
Sehubungan dengan semakin kompleksnya kehidupan manusia di lingkungan terbangun (built envronment) maka prinsip prinsip sustainable semakin relevan untuk diterapkan sekaligus semakin memberikan ruang-ruang baru yang cukup luas untuk eksplorasi, penelitian, dan pengembangan yang menanggapi isu sustainability ini. Satu hal lagi, prinsip-prinsip yang memerhatikan lingkungan sudah tidak lagi bertentangan dengan prinsip-prinsip bisnis normal. Jadi sustainable bukan lagi menjadi beban dalam kegiatan usaha, tetapi sudah menjadi salah satu unsur yang menyumbangkan laba.
Walaupun isu sustainable building ini (pada Kamus Umum Bahasa Indonesia padanannya kurang lebih "bangunan berkalang") masih dalam taraf kesadaran sukarela, namun kesadaran ini sudah pada tahap global seperti terbentuknya: USGBC (United States Green Building Councils) di Amerika Serikat atau bahkan WBCSD (World Business Council for Sustainable Development) yang didirikan oleh 175 perusahaan tingkat global yang menyatukan diri dalam komitmen mereka atas pembangunan yang berdasarkan prinsip sustainable ini. Diharapkan pada masa depan yang tak terlalu jauh dari sekarang sustainable building ini (termasuk rumah tinggal Anda) menjadi keharusan yang didasarkan pada keinsafan akan nilai lingkungan. Isu sustainable ini bisa menjadi isme tersendiri yang menjangkiti seluruh dunia. Sementara ini kita bisa dimulai dengan mengonsepsikan peraturan bangunan yang mulai memasukkan aspek sustainable, yang diharapkan membuat masyarakat mulai menyadari pentingnya isu ini bagi masa depan diri mereka dan lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar