Rabu, 02 Februari 2011

pendidikan(e-learning)

Pendidikan (e-learning)


Semangat Belajar di Pengungsian Harus Dijaga
Boyolali ---  Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh meminta agar pemerintah daerah di kawasan bencana Gunung Merapi tetap menjaga semangat belajar anak-anak di tempat pengungsian, dengan kegiatan yang bisa mendorong motivasi. "Kami mengimbau agar pemda di daerah bencana tetap menjaga semangat belajar anak dengan memberikan motivasi kepada anak-anak di pengungsian," kata Mendiknas saat mengunjungi di pos pengungsian SMK Negeri 1 Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (8/11).
Menteri Nuh menyatakan, anak-anak dan warga lainnya tidak menghendaki untuk mengungsi, tetapi hal itu harus dijalani kondisinya yang tidak memungkinkan.
Karena itu, pihaknya mendorong anak-anak tetap bersemangat agar tidak bosan sekaligus mengurangi trauma akibat bencana.
Mendiknas menyambut baik adanya partisipasi dari para relawan yang menyiapkan kegiatan anak-anak dengan mengajak bermain, bercerita dan menggambar di tempat pengungsian. Anak-anak di pengungsian diajak untuk menggambar pemandangan Gunung Merapi, tempat yang akrab dengan anak-anak sejak dahulu dan mengenal tentang Merapi dengan fenomenanya seperti awan panas yang sering disebut "wedhus gembel".
Selain itu, pihaknya akan melibatkan perguruan tinggi untuk mengenali lingkungan di lereng Merapi, dengan tujuan agar masyarakat dapat hidup harmonis berdampingan. Mereka bisa hidup harmonis mengenali fenomena Merapi.
Mengenai proses kegiatan belajar mengajar dalam kondisi darurat saat ini, kata Menteri, paling penting urusan keselamatan jiwea terlebih dahulu.Namun, bagaimana proses belajar mengajar yang pertama, anak-anak tetap dilakukan dalam pengungsian dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada.
Kegiatan tersebut, kata Mendiknas, tidak dilakukan secara struktur sesuai saat kelas dalam keadaan normal, tetapi siswa diberikan semangat belajar jangan sampai menurun.
Mendiknas menjelaskan, kekurangan siswa saat belajar pada masa darurat dapat diganti dengan cara menambah jam belajar kalau kondisi sudah di kelas atau normal.
"Siswa, misalnya di pengungsian selama satu bulan, mereka kekurangan materi dapat diganti dengan menambah jam belajar kalau kondisi sudah normal," kata Mendiknas.
Menurut Mendiknas, terpenting semangat anak-anak jangan menurun, karena di kampungnya mereka sudah stres dan di pengungsian dihadapi ulangan maupun pekerjaan rumah (PR) sekolah.
Selain itu, siswa yang tidak masuk terkena bencana, mereka juga dapat belajar tentang pentingnya solidaritas sosial maupun peduli sesama manusia. Jumlah pengungsi anak-anak di Jateng masih dinamis, terakhir tercatat 8.000 anak, yang terdiri dari Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Magelang. Pengungsi anak-anak di DIY mencapai sekitar 12.000 siswa.







Pendidikan (e-learning)

Apa itu Pendidikan?


Banyak golongan menyebutkan arti dari pendidikan. Dan inilah berbagai ungkapan dari golongan-golongan itu.
Golongan I
Pendidikan adalah proses belajar mengajar antara pengajar dengan yang diajar untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang diharapkan dan akan menjadi sebuah bekal untuk masa depannya.

Golongan II
Pendidikan adalah kegiatan belajar mengajar di sekolah antara guru dengan muridnya untuk mencerdaskan pada murid yang akan menjadi penerus bangsa.

Golongan III
Proses pembelajaran secara langsung maupun tidak langsung antara seseorang maupun golongan yang dengan sengaja atau tidak disengaja melakukan kegiatan pembelajaran baik di sesuatu ruangan maupun secara terbuka untuk menambahkan ilmu pengetahuan kepada seseorang yang belum faham akan pendidikan itu.

Dari berbagai prespektif di atas, ungkapan dari golongan III adalah ungkapan yang sangat kuat.
Karena :
1. Pendidikan dilakukan secara langsung maupun tak langsung
2. Perseorangan atau golongan
3. Di dalam ruangan maupun terbuka
4. Untuk menambahkan wawasan kepada yang belum mengetahui akan wawasan itu.

Jadi, pendidikan bukanlah sekadar hanya dalam sekolah saja. Kita bermain juga termasuk belajar. Karena tujuan dari itu adalah untuk menambahkan wawasan. Kita ketika kecil dibantu untuk berjalan oleh orang tua atau orang lain, dan itu juga termasuk pendidikan. Karena tanpa sadar kita dilatih untuk menambahkan wawasan dalam mengetahui cara belajar berjalan.












Pendidikan (e-learning)



Sejak lahir, tanpa disadari, kita sudah menerima pendidikan dari orang tua tentang banyak hal. Orang tua merupakan guru pertama kali bagi kita untuk bertanya hal-hal kecil hingga yang besar.
Seiring berjalannya waktu, definisi pendidikan pun meluas. Kita tidak hanya mengenal dalam lingkungan keluarga, namun mencapai lingkungan masyarakat. Bahkan, lingkungan negara.
Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan memegang unsur penting untuk membentuk pola pikir, akhlak, dan perilaku manusia agar sesuai dengan norma-norma yang ada, seperti norma agama, adat, budaya, dan lain-lain.
Definisi pendidikan:
Menurut Frederick J.Mc Donald dan M.J. Langeveld, pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk mengubah kebiasaan (behavior) manusia.
Menurut Juhn Dewey, pendidikan merupakan salah satu proses pembaharuan makna pengalaman. Hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda. Bahkan, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok tempat dia hidup.
Menurut H. Horne, pendidikan merupakan proses yang terjadi secara terus-menurus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual, emosianal, dan kemanusiaan dari manusia.
Menurut Edgar Delle pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peran dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan seluruh aspek yang ada di dalam kehidupan kita, baik orang terdekat, masyarakat ataupun lembaga-lembaga yang ada, baik yang terjadi secara formal maupun nonformal dengan tujuan untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan tidak baik menjadi kebiasaan baik yang terjadi selama kita hidup untuk memperbaiki kualitas diri menjadi lebih baik dan mampu menjawab tantangan di masa depan.
Catatan penting dalam sebuah pendidikan yakni harus adanya penyeimbang antara pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Tanpa kita sadari, pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang sangat penting dalam membentuk sikap yang ada pada diri kita. Namun, pendidikan ini sering sekali dinomorduakan dibanding pendidikan formal.
Oleh sebab itu, banyak sekali masalah yang timbul dari lingkungan sekitar, terkadang muncul dari orang yang berpendidikan formal tinggi, namun mempunyai sikap tidak baik.





Pendidikan (e-learning)

Arti Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti pengolahan, mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak  sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.

















Pendidikan (e-learning)


Filosofi Pendidikan
Pendidikan dalam artian yang lebih filosofis berbeda dengan kegiatan pengajaran. Secara sederhana, pendidikan bisa berarti usaha memaknai dan mewujudkan untuk mencapai potensi terbaik  kehidupan manusia. Pendidikan lahir dan berkembang secara alami dalam budaya hidup manusia . Kebersamaan mahasiswa dalam kemegahan kampus ITB, sebagai lingkungan pendidikan, berpotensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan menjadi agen budaya. Pendidikan dilahirkan oleh semangat  meningkatkan kualitas hidup. Dalam sejarah budaya kegiatan pendidikan mulai terlembaga kan melalui Academia pertama kali dibentuk oleh Plato (abad 2 SM), dilanjutkan Lycheum oleh Arsistoteles (abad 1 SM) Perguan tinggi besar pertama diselenggarakan di Maroko abad 10, dan Al-Azhar Mesir abad 11. Tradisi Universitas berkembang di Eropa tahun 1300an. Ketika dunia terus berputar dan keseharian tetap berlangsung, manusia tetap mewarnai kemapanan-kemapanan yang sedang terjadi melalui pencapaian pendidikan. Semua terdapat dalam perkembangan zaman. Sebagai sesuatu yang identik dengan karakteristik manusia.

Mengenai keberlangsungan pendidikan, saat ini sering muncul perdebatan mengenai proses dan hasilnya. Dua hal tersebut adalah hal yang sama pentingnya. Praktek perguruan tinggi sekarang sering dianggap hanya transfer ilmu dan transfer teknologi. Ini berarti, pendidikan hanya berjalan dalam aspek kognitif dan psikomotorik peserta didik. Kemudian, masalah yang muncul pendidikan hanya terasa sebagi beban dan tidak inspiratif. Agar terdapat kesadaran tentang apa yang dipelajari dan dapat terbangun dalam pemahaman, kegiatan pendidikan harus dimulai secara afektif. Inilah yang membuat alumni pendidikan menjadi berkarakter. Banyak filsuf yang fokus membahas pendidikan. Freire  misalnya, ia mendefinisikan pendidikan sebagai usaha memanusiakan manusia. Pendidikan membuat seorang manusia memiliki kemampuan kritisan  dan kemampuan untuk memahami apa yang ada dalam realitas. Berbeda dengan Freire, Dewey  mengannggap pendidikan sebagai proses Transformasi Sosial ke arah yang lebih baik. Pendidikan menurutnya bukanlah tujuan, melainkan perkembangan tanpa akhir, seperti hidup itu sendiri. Pendidikan menurutnya tidak berbicara mengenai angka, melainkan nilai.

 Di kampus, keinginan berkontribusi sama halnya dengan keinginan-keinganan lain. Dalam hal ini, Asumsi yang dipakai adalah kita berkumpul disini dengan keinginan tertentu. Jika dirasa sebagai pilihan, tentu mungkin adanya penolakan terhadap aktifitas kampus, termasuk karena ingin berkontribusi diluar kampus.  Kita telah terbiasa dengan permintaan daya tawar organisasi (baca: doping), yang sangat mengesankan berkegiatan untuk pamrih. Kita tidak menganggapnya sebagai kegiatan yang bercita-cita. Mahasiswa belajar untuk berpandangan jauh kedepan dan mencoba untuk mengajukan sesuatu. Menjadi ’organis’ dalam artian peka pada hal yang terlihat (terjadi) dan menyikapinya secara sehat. Dalam hal ini,mahasiswa adalah intelektual, yang mempertanyakan segala kemapanan yang ada dan mau menguji pengetahuan/ keyakinan yang dipahami. Apa yang perlu dipikirkan selanjutnya mengenai pemikiran seperti ini. Mari kita pertanyakan tentang kesadaran berorganisasi seorang mahasiswa ITB untuk melakukan hal besar dalam mewujudkan nilai-nilai pendidikan. Tentunya dengan asumsi telah terkumpulnya putra-putri terbaik bangsa disini. Itu juga kalau ITB tidak mau ketinggalan sebagai institusi pendidikan yang memegang nilai-nilai pendidikan.

Kita adalah masyarakat kampus, insan akademis, dalam perguruan tinggi yang bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk kehidupan yang lebih baik tentunya. Kita sering dirancukan dengan keprofesian dan ilmu pengetahuan. Sekolah praktis menjadi penyedia tenaga kerja bagi kebutuhan industri. Dengan itu kita harus mengakui tidak peka akan adanya catatan sejarah. Bentuk-bentuk keprofesian selalu berkembang, dan sayangnya harus kita akui peran kita adalah sebagai pengekor. Perkembangan budaya hidup manusia telah mengalami banyak perkembangan, mulai kehidupan sosial dengan agama sebagai sentral, agraris, industri sederhana, industri mesin berat, hingga komputerisasi. Selain sejarah kemajuan peradaban masa lalu, boleh dibilang, kita tidak pernah menjadi yang terdepan. Ironisnya kita bahkan lupa untuk menggali kejayaan masa lalu yang pernah kita capai. Pertimbangan-pertimbangan baru bermunculan mengenai kemungkinan adanya perubahan kegiatan industri. Misalnya melalui analisa dampak lingkungan, dampak sosial terhadap hadirnya sebuah produk, pertimbangan kesiapan masa mendatang, dan lain sebagainya.  Dalam era energi baru dan komputerisasi teknologi industri saat ini, entah bangsa mana yang akan mengajukan sesuatu yang akhirnya menciptakan bentuk-bentuk keprofesian. Bangsa kita seperti telah lupa sedang berdiri dimana, apa yang telah dibangun, dan akan menuju kemana. Semoga ini adalah sebuah pengungkapan yang berlebihan dan kenyataannya memang tidak seserius ini. Tapi yang pasti, sekolah seharusnya memberikan hubungan yang dialogis dengan pihak industri mengenai bagaimana kegiatan industri harus berjalan dan bentuk-bentuk keprofesian yang mengikutinya.

Sebuah fenomena menggambarkan sebuah realitas yang ada, dan kita diminta untuk kritis dalam memahaminya. Dengan segala status keobjektifan dan keilmiahan yang ada pada kita, kita diminta berkapasitas untuk kekritisan tersebut. Akal sehat kita tentu tidak hanya dipakai di ruangan kelas. Akan ada diskusi panjang dalam membahas apa yang terjadi. Sebuah pemikiran dalam kepala akan menjadi diskursus yang pelik yang tak bisa lepas dan terbatasi oleh perangkat hidup manusia saat ini: bahasa. Dan ini tidak menyenangkan. Setidaknya terhasil kebersamaan hidup dalam sebuah kebingungan yang tidak terpedulikan. Banyak orang menyebutnya “dalam prinsip hitam dan putih, kita hidup dalam dunia serba abu-abu”. Dan tak ada yang lebih diperlukan selain kesadaran, perhatian penuh, dan tentunya sikap taat asas. Kita tentu tidak ingin dan menjadi bagian dari  fenomena tragedy of common yang merupakan kemungkinan kondisi terburuk sebuah sistem. Seorang terpelajar seharusnya mampu menjadi agen budaya dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, terukur, dan berkelanjutan.

Dengan terlalu banyak hal yang sudah dipaparkan, mungkin kita perlu merenung sejenak. Untuk kemudian mendefinisikan, mengajukan sesuatu sambil membuka diri,  dan mewujudkan iklim yang sehat dalam sebuah kemahasiswaan. Ini sangat penting dalam pembentukan sebuah generasi.  Sebuah generasi kritis yang menolak nilai lama yang terasa buruk, dan mampu mengajukan nilai baru yang lebih progresif.  Seperti yang dicita-citakan pendidikan: mewujudkan kehidupan manusia yang lebih indah dan bermartabat.  Dalam paradigma kemiskinan misalnya, kita tentu tidak akan menganggap kemiskinan bukanlah gejala perubahan masyarakat dalam data-data dengan parameter tertentu. Manusia memiliki kehidupan yang dengannya perlu penjaminan HAM. Pencapaiannya bukanlah berkurangnya angka kemiskinan, melainkan terpenuhinya kebutuhan fisik dan mental setiap orang sehingga mampu produktif dan mewujudkan hidup yang bermartabat dan saling mengisi. Ketika kita tidak yakin akan terselesaikannya sebuah masalah dengan baik, maka berpartisipasilah. Pendidikan dalam kemahasiswaan sendiri meliputi: Educate - Organize – Tranform. Berbagai bentuk aktifitas mahasiswa didefinisikan kedalam tiga hal tersebut. Terdapat proses bolak balik diantara ketiganya. Dimana pendidikan tidak hanya pelajaran teoritis dan tuntunan praktis dalam mengolah skill, tetapi juga ketika mengolah keb
ersamaan (organize) dan juga .


Pendidikan (e-learning)


memahami makna pendidikan
Pendidikan merupakan bagian yang inhern dengan kehidupan. Pemahaman seperti ini, nampaknya terkesan dipaksakan, tetapi jika mencoba merunut alur dan proses kehidupan manusia, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mawarnai jalan panjang kehidupan manusia dari awal hingga akhir. Pendidikan menjadi pengawal sejati dan menjadi kebutuhan asasi manusia. Prof. Proopert Lodge, pernah mengatakan bahwa life is education and education is life. Itu berarti bahwa membicarakan manusia akan selalu bersamaan dengan pendidikan, dan demikian sebaliknya
Perdebatan tentang pendidikan, hemat penulis bukan terletak pada perlu atau tidaknya pendidikan bagi manusia, tetapi lebih kepada bagaimana pendidikan itu dilaksanakan, apa saja yang harus dicapai (tujuan) dan bagaimana tata kerja para pelaksana (pendidik). Oleh karena itu, pendidikan kemudian didefinisikan dalam beragam pendapat dan statement. Keragaman pendapat merupakan hal yang patut disyukuri sehingga membuka peluang untuk membandingkan berbagai pendapat dan menambah khazanah pengetahuan. Beberapa definisi pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut. Dalam Kamus besar disebutkan
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.Merunut pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik.
Definisi di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya kebahagian lahir dan batin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar